Halaman
IPS SMP Kelas IX
157
Perjuangan
mempertahankan
Republik Indonesia
Tragedi
nasional dan
konflik internal
Perjuangan
merebut Irian
Barat
Latar belakang masalah Irian Barat
Hubungan
pusat-daerah
Persaingan
ideologis
Pergolakan
sosial politik
Upaya pengembalian Irian Barat
Trikora dan Persetujuan New York
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Konflik dalam
negeri
Pemberontakan
PKI di Madiun
Pemberontakan
APRA
Pemberontakan
Andi Azis
Peristiwa DI/TII
Pemberontakan
RMS
Keadaan politik,
sosial, budaya
sebelum G 30
S/PKI
Pemberontakan
G 30 S/PKI
Penumpasan
G 30 S/PKI
Peristiwa G 30
S/PKI
Kehidupan
politik nasional
sampai tahun
1960-an
158
IPS SMP Kelas IX
Soeharto selama ini hanya dikenal sebagai
presiden yang turun dari jabatannya akibat gerakan
reformasi tahun 1998. Namun, sejarah membuktikan
bahwa kepiawaiannya saat berada dalam dinas militer
TNI AD, menempatkannya sebagai tokoh penting.
Beliau berperan menyelesaikan beragam peristiwa
dan pemberontakan. Dua di antaranya adalah saat
menjabat sebagai Panglima Mandala Pembebasan Irian
Barat dan Panglima Komando Strategi Cadangan TNI
AD (Pangkostrad) saat penumpasan pemberontakan
G 30 S/PKI. Dua peristiwa besar itu tidak bisa lepas
dari tangan dinginnya.
Beliau tentu tidak sendirian dalam menyelesaikan
peristiwa separatisme dan pemberontakan di
Indonesia. Rakyat dan TNI merupakan satu kesatuan
yang tidak bisa dipisahkan dalam perjuangan.
Permasalahannya, mengapa di Indonesia sering
terjadi tragedi dan konflik?
Sumber:
www.bbc.co.uk
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.1
Mayjen Soeharto di Lubang Buaya.
1. Menceritakan perjuangan
pembebasan Irian Barat
hingga masuknya Irian Barat
ke pangkuan ibu pertiwi.
2. Memahami kehidupan
bangsa
pada tahun 1960-an
sebagai akibat kebijakan
Presiden Soekarno dan
masuknya pengaruh
komunis dalam struktur
kekuasaan.
3. Menceritakan terjadinya
peristiwa G 30 S/PKI dan
cara penanggulangannya.
•
diplomasi
•
konfr
ontasi
• hubungan pusat-daerah
• persaingan ideologis
• konflik internal
• pemberontakan
IPS SMP Kelas IX
159
A. Perjuangan Merebut Irian Barat
Indonesia berhasil memperoleh pengakuan kedaulatan dari
Belanda melalui hasil kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar.
Meskipun demikian, bukan berarti permasalahan Indonesia dan
Belanda seluruhnya selesai. Ada sebuah permasalahan yang tertunda,
yaitu masalah Irian Barat. Berdasarkan Konferensi Meja Bundar,
permasalahan Irian Barat akan diselesaikan melalui perundingan
setelah satu tahun penyerahan kedaulatan.
1. Latar Belakang Masalah Irian Barat
Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) menyatakan bahwa
status
quo
di Irian Barat tetap berlaku. Ditentukan pula bahwa selama setahun
setelah pengakuan kedaulatan RIS, masalah Irian Barat akan
diselesaikan dengan perundingan. Dalam tafsiran RIS, Belanda akan
menyerahkan Irian Barat setelah setahun pengakuan kedaulatan.
Sebaliknya, Belanda mengartikan bahwa penyerahan Irian Barat hanya
dilakukan melalui perundingan kembali. Pihak RI pun menganggap
bahwa Belanda terlalu keras kepala tidak mau menepati isi KMB yang
berhubungan dengan penyelesaian masalah Irian Barat.
2. Upaya Pengembalian Irian Barat
Untuk mengembalikan Irian Barat, pemerintah Indonesia
melakukan tiga macam cara, yaitu melalui jalur diplomasi, konferensi
ekonomi, dan konfrontasi. Pada tahun 1951 perundingan dilakukan
untuk membahas soal Uni Indonesia-Belanda dan masalah Irian Barat.
Akan tetapi, perundingan itu tidak membuahkan hasil. Bahkan, pada
tahun 1952 dengan persetujuan parlemennya, Belanda memasukkan
wilayah Irian Barat sebagai bagian dari Kerajaan Belanda. Indonesia
pun mengajukan usul soal Irian Barat dalam sidang umum PBB. Akan
tetapi, usaha Indonesia ini mengalami kegagalan.
PBB dirasakan tidak mampu mengatasi
persoalan Irian Barat sehingga perlu di-
tempuh jalan lain. Indonesia segera me-
mutuskan hubungan Indonesia-Belanda
secara sepihak yang dituangkan dalam
undang-undang pembatalan KMB pada tahun
1956. Selanjutnya, dibentuk pemerintahan
Provinsi Irian Barat dengan Sultan Tidore,
yaitu Zainal Abidin Syah sebagai gubernur.
Ia berkedudukan di Soasiu (Tidore).
Usaha diplomasi ternyata tidak banyak
membuahkan hasil. Oleh karena itu,
pemerintah Indonesia melakukan perjuangan
melalui jalur ekonomi. Diharapkan dengan
Sumber:
50 Tahun Indonesia Merdeka
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.2
Pelantikan Sultan Zainal Abidin Syah sebagai
gubernur Provinsi Irian Barat.
160
IPS SMP Kelas IX
tekanan ekonomi, Belanda bersedia memenuhi janjinya untuk
menyerahkan Irian Barat. Langkah pertama adalah melakukan
pembatalan utang-utang Indonesia kepada Belanda senilai F 3,661
juta. Tindakan yang lebih tegas dengan dikeluarkannya undang-undang
nasionalisasi perusahaan milik Belanda yang sebagian besar berupa
perusahaan perkebunan. Seluruh perusahaan Belanda yang
dinasionalisasi berjumlah tujuh ratus buah dengan nilai $ 1,500 juta.
Selain itu, Indonesia pun memindahkan pasar komoditas Indonesia
dari Rotterdam (pelabuhan utama Belanda) ke Bremen (Jerman).
Belanda yang selama ini menjadi penyalur komoditas Indonesia
untuk dipasarkan di Eropa pun terpukul berat. Akan tetapi, cara
ekonomi ini ternyata tidak mencapai hasil yang diinginkan. Oleh
karena itu, Indonesia mulai melakukan usaha terakhir, yaitu dengan
jalan konfrontasi. Upaya konfrontasi ini dilakukan melalui
pencanangan tiga komando rakyat yang disebut Trikora.
3. Trikora dan Persetujuan New York
Untuk menggerakkan rakyat sebagai
pendukung usaha pengembalian Irian Barat,
dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian
Barat. Menteri keamanan nasional yaitu
Jenderal A.H. Nasution pun segera menanda-
tangani persetujuan pembelian senjata dari
Rusia. Pembelian senjata tersebut adalah
pembelian senjata terbesar dalam sejarah
Indonesia. Selanjutnya, dilakukan rapat
umum di Yogyakarta yang menghasilkan Tri
Komando Rakyat (Trikora) yang berisi hal-hal
sebagai berikut:
a. Gagalkan pembentukan negara boneka
Papua buatan Belanda.
b. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat,
tanah air Indonesia.
c. Bersiaplah untuk mobilisasi umum
mempertahankan kemerdekaan dan
kesatuan tanah air dan bangsa.
Selanjutnya, dibentuk Komando Mandala
Pembebasan Irian Barat dengan panglimanya
Brigjen Soeharto. Operasi-operasi untuk
membebaskan Irian Barat dilakukan dalam
tiga fase, yaitu fase infiltrasi (akhir 1962),
Sumber:
50 Tahun Indonesia Merdeka
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.3
Presiden Soekarno menandatangani naskah
T
rikora.
Sumber:
50 Tahun Indonesia Merdeka
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.4
Panglima Mandala Soeharto memberikan
pengarahan kepada komandan pasukan yang
akan diterjunkan di Irian Barat.
IPS SMP Kelas IX
161
fase eksploitasi (1963), dan fase konsolidasi (1964).
Fase infiltrasi
dilakukan dengan memasukkan sepuluh kompi di sekitar sasaran
tertentu dengan tujuan menciptakan daerah bebas
de facto
. Kesatuan
itu harus dapat mengembangkan kekuasaan wilayah dengan membawa
serta rakyat Irian Barat dalam perjuangan fisik.
Fase eksploitasi
dilakukan dengan meng-
adakan serangan terbuka terhadap induk
militer lawan dan menduduki semua pos
pertahanan musuh yang penting.
Fase
konsolidasi
merupakan upaya menegakkan
kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian
Barat. Pertempuran sempat terjadi di Laut
Arafuru. Dalam pertempuran tersebut, gugur
salah satu putra terbaik bangsa, yaitu Yos
Sudarso.
Irian Barat merupakan payung untuk menghadapi komunisme bagi
negara Barat, seperti Australia dan Amerika Serikat. Pada saat itu
paham komunis berkembang di Indonesia. Demi kepentingan
pertahanannya, negara-negara Barat tersebut berdiri di belakang
Belanda. Hal ini mengakibatkan semakin berat pula masalah yang
harus dihadapi Indonesia.
Pemerintah Amerika menyadari bahwa apabila pertempuran
menghebat, berarti peranan komunis di Indonesia semakin kuat. Oleh
karena itu, pada tahun 1962 Amerika mendesak Belanda untuk
berunding dengan Indonesia. Perundingan pun terjadi antara Menteri
Luar Negeri Subandrio dan Dr. van Royen, dengan mediator Ellsworth
Bunker dari Amerika. Perundingan ini menghasilkan Persetujuan New
York. Isi Persetujuan New York sebagai berikut:
a. Dilakukan penghentian permusuhan.
b. Setelah pengesahan persetujuan antara Indonesia-Belanda, paling
lambat 1 Oktober 1962,
United Nation Temporary Executive
Authority
(UNTEA) tiba di Irian Barat untuk melakukan serah
terima pemerintahan dari Belanda dan bendera Belanda pun
diturunkan.
c. UNTEA akan memakai tenaga-tenaga Indonesia, baik sipil maupun
militer bersama-sama alat keamanan putra Irian Barat dan sisa-
sisa pegawai Belanda yang diperlukan.
d. Pasukan Indonesia tetap tinggal di Irian Barat yang berstatus di
bawah kekuasaan UNTEA.
Sumber:
50 Tahun Indonesia Merdeka
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.5
Operasi Trikora pada tahun 1962.
162
IPS SMP Kelas IX
e. Angkatan perang Belanda dan pegawai sipilnya
berangsur-angsur dipulangkan dan harus selesai
paling lambat tanggal 1 Mei 1963.
f.
Bendera Indonesia mulai berkibar pada tanggal
31 Desember 1962 di samping bendera PBB dan
pemerintah RI menerima pemerintah di Irian
Barat dari UNTEA pada tanggal 1 Mei 1963.
g. Pada tahun 1969 diadakan penentuan pendapat
rakyat (
Act of Free Choice
).
Keberhasilan Trikora adalah berkat kerja sama
antarpejuang militer dan diplomat-diplomat
Indonesia. Dalam Trikora, dikenal seorang sukarela-
wati bernama Siti Rahmah Herlina Kasim. Bersama
sukarelawan lainnya, wanita yang berjuang melalui
jalur jurnalistik ini menunjukkan keberaniannya. Ia
mendapat hadiah dari Presiden Soekarno berupa
pending emas seberat setengah kilogram.
4. Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Dalam perjanjian New York ditetapkan bahwa pihak RI wajib
melakukan penentuan pendapat rakyat pada tahun 1969. Hal ini
dilakukan oleh pemerintah RI dengan meminta pendapat rakyat Irian
Barat, yaitu mereka akan bergabung dengan RI atau Belanda ataukah
ingin merdeka. Penentuan pendapat rakyat dilaksanakan dalam tiga
tahap sebagai berikut:
a.
Tahap pertama
,
dimulai tanggal 24 Maret 1969, berupa konsultasi
dengan dewan-dewan kabupaten di Jayapura mengenai tata cara
penyelenggaraan Pepera.
b.
Tahap kedua
, berupa pemilihan anggota dewan musyawarah
Pepera yang berakhir pada bulan Juni 1969 dengan dipilihnya
1.026 anggota dari tiap-tiap kabupaten yang terdiri atas 983 pria
dan 43 wanita.
c.
Tahap ketiga,
pelaksanaan Pepera yang dilakukan di tiap-tiap
kabupaten mulai 14 Juli 1969 di Merauke dan berakhir pada tanggal
4 Agustus 1969 di Jayapura.
Pada akhirnya dewan musyawarah Pepera dengan suara bulat
memutuskan bahwa Irian Barat tetap merupakan bagian dari wilayah
Republik Indonesia. Pelaksanaan Pepera di tiap tingkatan disaksikan
oleh utusan sekretaris jenderal PBB, yaitu Duta Besar Ortiz Sanz.
Sumber:
50 Tahun Indonesia Merdeka
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.6
Pengibaran bendera Merah Putih
pasca penandatanganan Persetujuan
New Y
ork.
IPS SMP Kelas IX
163
Setelah Pepera selesai, hasilnya dibawa ke New York untuk dilaporkan
dalam sidang umum PBB ke-24 pada bulan November 1969. Sejak
tanggal 1 Mei 1973 nama Irian Barat diubah menjadi Irian Jaya. Nama
tersebut diresmikan pada waktu Presiden Soeharto meresmikan
penambangan tembaga di Tembagapura. Nama Irian Jaya berubah lagi
pada era reformasi menjadi Papua.
Penentuan pendapat rakyat (Pepera) di Irian Barat memiliki arti sangat
penting bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena
itu, bekerja samalah dengan teman sebangkumu untuk menganalisis arti
penting Pepera bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tulis
jawabanmu dalam selembar kertas dan bacakan hasilnya di depan kelas.
B. Tragedi Nasional dan Konflik Internal
Kemerdekaan yang berhasil diproklamasikan tanggal
17 Agustus 1945 bukanlah akhir dari perjuangan kita. Mengisi dan
mempertahankan kemerdekaan merupakan perjuangan tersendiri. Ada
dua musuh yang harus dihadapi bangsa Indonesia. Dari luar, kita
harus menghadapi Belanda yang masing ingin menjajah kembali
Indonesia. Sementara itu, dari dalam kita menghadapi beragam konflik
politik dan ideologis. Ancaman Belanda bisa kita patahkan dengan
kembalinya Irian Barat. Bagaimana bangsa Indonesia menghadapi dan
menyelesaikan konflik dalam negeri?
1. Kehidupan Politik Nasional sampai Tahun 1960-an
Kedudukan Presiden Ir. Soekarno dan TNI AD semakin kuat
setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Inilah
periode sejarah yang dikenal dengan sebutan demokrasi terpimpin.
Presiden memegang kekuasaan mutlak untuk membentuk front politik
yang mampu menopang kekuasaannya. Di sinilah Bung Karno dan
PKI membangun kerja sama yang saling menguntungkan.
Sementara itu, TNI AD pun semakin
ambil bagian dalam kancah politik setelah
dijalankannya doktrin kekaryaan (cikal bakal
dwifungsi ABRI). Jenderal A.H. Nasution
membentuk badan-badan kerja sama tentara
dan sipil untuk mengimbangi manuver
politik Bung Karno. PKI telah menggunakan
kedekatannya dengan Bung Karno untuk
menyusun kekuatan. Konflik elite terjadi
antara TNI AD, PKI, dan Bung Karno.
Sumber:
30 Tahun Indonesia Merdeka
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.7
Pelantikan Kolonel A.H. Nasution sebagai KSAD.
164
IPS SMP Kelas IX
a. Dampak Hubungan Pusat-Daerah
Konflik yang terjadi di pemerintahan pusat pun berdampak
ke daerah. Upaya Nasution untuk membersihkan pemerintahan
sesuai undang-undang darurat, menyebabkan banyak pejabat yang
lari ke daerah. Banyak anggota kabinet yang menjalin hubungan
dengan dewan-dewan militer di daerah.
1) Pembentukan Dewan-Dewan Daerah
Ketidakpuasan daerah pada pemerintah
pusat melatarbelakangi pembentukan dewan-
dewan daerah. Kolonel Achmad Husein mem-
bentuk Dewan Banteng di Padang, Sumatra
Barat tanggal 20 Desember 1956. Kolonel
Mauludin Simbolon membentuk Dewan
Gajah di Medan tanggal 22 Desember 1956.
Kolonel Ventje Sumual membentuk Dewan
Manguni di Manado tanggal 18 Februari 1957.
Beberapa pejabat militer di daerah yang
tidak setuju dengan kebijakan pemerintah
pusat mengadakan gerakan. Kolonel Simbolon,
Kolonel Sumual, dan Kolonel Lubis bertemu
dengan PM Ali Sastroamidjojo dan Bung
Hatta. Tuntutannya adalah dilaksanakannya
pemilu, diberlakukannya otonomi, PKI
dilarang, dan digantikannya Nasution. Di
tengah negosiasi antara pemerintah pusat
dengan dewan-dewan
tersebut, terjadi peng-
ambilalihan pemerintahan di
daerah. Ke-
tegangan pun muncul. Para panglima daerah
tersebut kemudian dipecat dari dinas militer.
2) Nasionalisasi Aset Belanda
Kegagalan PBB memaksa Belanda untuk
menyelesaikan masalah Irian Barat me-
ningkatkan ketegangan politik. Anggota-
anggota PKI dan PNI serta rakyat di berbagai
daerah mengambil alih aset Belanda. Kabinet
Djuanda tidak mampu menyelesaikan kasus
tersebut. Gerakan rakyat di berbagai daerah
semakin tidak terkendali. Nasution kemudian
tampil dan memerintahkan tentara untuk
mengelola perusahaan Belanda yang disita.
Nasution perlahan-lahan mengendalikan
panglima-panglima daerah dan TNI AD
semakin diperhitungkan.
Sumber:
www.kodam-ii-sriwijaya.mil
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.8
Kolonel Simbolon
Sumber:
www.kitlv.nl
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.9
Ir. Djuanda
IPS SMP Kelas IX
165
b. Persaingan Ideologis
Dominannya PKI dalam kehidupan politik
nasional mendapat reaksi dari partai dan
organisasi lainnya. Ideologi komunisme yang
dikembangkan PKI bertentangan dengan ke-
yakinan bangsa Indonesia. Pada bulan September
1957 Masyumi memelopori Muktamar Ulama se-
Indonesia di Palembang. Muktamar mengeluar-
kan fatwa bahwa komunisme diharamkan bagi
kaum muslim. Muktamar juga meminta agar
aktivitas PKI dibekukan dan dilarang di seluruh
Indonesia. Perdebatan Islam dan PKI pun
merembet dalam persidangan konstituante.
Perdebatan terjadi antara pihak yang mendukung
Islam dan Pancasila sebagai dasar negara.
Macetnya konstituante menyebabkan krisis pemerintahan dan
ketatanegaraan. Dengan didukung TNI, Bung Karno kemudian
mengeluarkan dekrit yang memberlakukan kembali UUD 1945.
Dekrit ini selanjutnya dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
c. Pergolakan Sosial Politik
Pada masa demokrasi terpimpin Bung Karno menggalang
kekuatan dengan negara-negara sosialis dan komunis. Dampak
kebijakan ini adalah terbukanya kesempatan bagi PKI untuk
memperkuat basis dukungan. Administrasi pemerintahan pun
menjadi tidak terkendali. Pemerintah kurang memperhatikan
aspirasi daerah dan para bekas pejuang. Terjadilah kesenjangan
antara pemerintah pusat dan daerah. Di kalangan TNI sendiri
sering terjadi perpecahan. Sementara itu, beberapa negara luar
juga turut campur tangan dalam masalah Indonesia. Akumulasi
dari kondisi tersebut mengakibatkan munculnya pergolakan di
berbagai daerah.
1) Piagam Perjoangan Rakyat Semesta
Pada tanggal 2 Maret 1957 Panglima
Tentara Teritorium VII Makassar Letkol Ventje
Sumual mengumumkan darurat perang di
daerahnya. Dengan pengumuman itu maka
Sumual berwenang mengambil alih seluruh
kekuasaan di Indonesia bagian timur. Letkol
Ventje Sumual kemudian memproklamasikan
Piagam Perjoangan Rakyat Semesta (Permesta).
Piagam Permesta tersebut ditandatangani oleh
51 tokoh masyarakat di Indonesia bagian
timur.
Sumber:
permesta.8m.net
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.11
Proklamasi Permesta.
Sumber:
www.kitlv.nl
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.10
Ali, Nasution, Idham, dan Aidit pada
tahun 1963.
166
IPS SMP Kelas IX
Peristiwa tersebut benar-benar mengancam persatuan
Indonesia. Amerika Serikat terlibat dalam gerakan ini. Salah
satu pilotnya (A.L. Pope) tertembak di Ambon. Kabinet Ali
Sastroamidjojo gagal mengatasinya dan tanggal 14 Maret 1957
mengembalikan mandatnya. Presiden Soekarno kemudian
membentuk Kabinet Karya dengan Perdana Menteri
Ir. Djuanda.
2) Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia
Pada awal tahun 1958 terjadi pertemuan
antara beberapa tokoh militer dan sipil di
Sumatra. Kolonel Simbolon, Kolonel Lubis,
dan kawan-kawan bertemu dengan Moh.
Natsir, Sjafrudin Prawiranegara, Sumitro
Djojohadikusumo, dan lain-lain. Hasil
pertemuan tanggal 10 Februari 1958 berupa
beberapa ultimatum yaitu Kabinet Djuanda
dibubarkan, Hatta dan Hamengkubuwono IX
ditunjuk membentuk kabinet sampai di-
laksanakan pemilu, dan Bung Karno harus
kembali ke posisi konstitusionalnya.
Ultimatum tersebut ditolak oleh peme-
rintah. Kolonel Lubis, Kolonel Simbolon,
Kolonel Acmad Husein, dan lain-lain dipecat
dari dinas militer. Tanggal 15 Februari 1958
dibentuklah Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI). Perdana Menteri
PRRI adalah Mr. Sjafrudin Prawiranegara.
Anggota kabinetnya antara lain Moh. Natsir,
Burhanuddin Harahap, Sumitro Djojohadi-
kusumo, dan Simbolon. PRRI juga didukung
oleh Kolonel D.J. Somba di Sulawesi Utara
tanggal 17 Februari 1959.
Itulah beberapa pergolakan yang terjadi hingga
awal tahun 1960-an. Upaya pemerintah untuk
menghadapi pergolakan ini dengan diplomasi dan
operasi militer. Pemerintah menggelar musyawarah
nasional antara tokoh pusat dan daerah tanggal
14 September 1957. Gerakan Permesta dihadapi
dengan
Operasi Sapta Marga
. PRRI dihadapi dengan
menggelar
Operasi 17 Agustus
.
Sumber:
30 Tahun Indonesia Merdeka
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.12
Kolonel Zulkifli Lubis
Sumber:
www.kitlv.nl
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.13
Mr. Sjafrudin Prawiranegara
IPS SMP Kelas IX
167
2. Pemberontakan PKI dan Konflik Dalam Negeri
Doktrin komunis adalah merebut kekuasaan negara yang sah
dengan cara apa pun. Setiap peluang dan kesempatan yang ada akan
digunakan oleh orang-orang komunis untuk mengembangkan
ideologinya. Mereka akan menjalankan aksinya bagaimanapun kondisi
yang dihadapi bangsa.
Ini harus kita pahami dan waspadai bersama
.
Coba buka kembali sejarah pergerakan bangsa. Saat pergerakan
nasional tengah berkembang, PKI mengadakan pemberontakan pada
tahun 1926/1927. Organisasi pergerakan lainnya pun terkena
dampaknya. Saat itu, pemerintah Belanda sangat menekan kaum
pergerakan.
a. Pemberontakan PKI Madiun
PKI berkembang pesat sekitar tahun 1948. Bangsa Indonesia
baru merapatkan barisan untuk menghadapi agresi Belanda. PKI
membentuk
Front Demokrasi Rakyat
(FDR) yang terdiri atas PKI,
Partai Sosialis, PBI, Pesindo, dan SOBSI. Front ini di bawah Amir
Sjarifuddin. Mereka merongrong keutuhan bangsa. PKI me-
mobilisasi kaum buruh dan rakyat untuk mengadakan pemogokan
di berbagai daerah di Indonesia.
1) Musso dan Perubahan Gerakan PKI
Gerakan PKI semakin radikal
setelah Musso kembali dari Moskow
(Uni Soviet/Rusia) pada bulan
Agustus 1948. Musso bermukim di
Moskow sejak tahun 1926. Dia
mengadakan perombakan di tubuh
PKI dengan membentuk Politbiro
PKI. Musso berpendapat bahwa
hanya orang-orang PKI yang bisa
menyelesaikan revolusi. Musso
menempatkan orang-orang baru
seperti D.N. Aidit, M.H. Lukman,
Njoto, dan Sudisman.
Setahap demi setahap, Musso menyerang beragam
kebijakan pemerintahan Kabinet Hatta. Musso kemudian
menyampaikan gagasan-gagasannya melalui rapat-rapat
raksasa. Pada tanggal 20 Agustus 1948 berlangsung rapat
raksasa yang dihadiri 50.000 orang di Yogyakarta. Musso
mengemukakan pentingnya mengganti Kabinet Presidensial
menjadi Kabinet Front Nasional. Kata Musso, demi kepenting-
an revolusi nasional maka Indonesia harus menggalang kerja
sama dengan dunia internasional (Soviet).
Sumber:
www.kitlv.nl
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.14
Musso bersama kader PKI.
168
IPS SMP Kelas IX
Hatta tetap menjalankan kebijakan rasionalisasi Angkatan
Perang, meskipun mendapat serangan PKI. Rasionalisasi itu
bertujuan menyingkirkan unsur-unsur revolusioner dan
progresif dalam kalangan militer serta mempersiapkan militer
dalam menghadapi perundingan mengenai militer dengan
Belanda. Kabinet Hatta mendapat dukungan dari Masyumi
dan PNI serta beberapa badan perjuangan. Musso sangat
keberatan dengan kebijakan Hatta karena banyak kadernya
yang bersenjata akan terkena dampaknya.
2) Proklamasi Republik Soviet Indonesia
Konflik ideologis antara PKI dan TNI yang didukung
beragam elemen perjuangan meningkat tajam pada
tahun 1948. Berbagai insiden terjadi antara TNI dan PKI/FDR.
PKI dihadang TNI Divisi Siliwangi di bawah Kolonel
A.H. Nasution di Surakarta. PKI kemudian mundur ke
Madiun dan mengadakan pemberontakan tanggal
18 September 1948. Pemberontakan ditandai dengan
proklamasi berdirinya Republik Soviet Indonesia. Kolonel
Djokosuyono diangkat sebagai Gubernur Militer Madiun.
Letnan Kolonel Dahlan sebagai komandan komando per-
tempuran. PKI menguasai Madiun dan menduduki radio
Gelora Pemuda.
Propaganda dan provokasi pun dilakukan PKI. Mereka
mengatakan tentara (TNI) sebagai kepanjangan tangan
kolonial. Kabinet Hatta mereka sebut akan menjual tanah air
dan bangsa kepada Belanda. Demikianlah, PKI senantiasa
memprovokasi rakyat agar menentang pemerintahan yang sah.
3) Penumpasan PKI Madiun
Pada tanggal 19 September 1949
sekitar dua ratus kader PKI ditangkap
di Yogyakarta. Bung Karno kemudian
berpidato untuk mengecam pem-
berontakan Musso. Beliau meminta
kepada rakyat agar bergabung dengan-
nya dan Bung Hatta. Penumpasan
kemudian dilakukan pemerintah
dengan
Gerakan Operasi Militer I
.
Penumpasan dilakukan oleh TNI
dari Divisi Siliwangi.
Sumber:
www.kitlv.nl
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.15
Musso setelah tertembak.
IPS SMP Kelas IX
169
Dalam waktu dua minggu, Kota Madiun berhasil direbut
kembali dari tangan PKI. Aidit dan Lukman melarikan diri
ke Vietnam dan Cina. Musso akhirnya tewas tertembak tanggal
31 Oktober 1948. Amir Sjarifuddin dan sekitar tiga ratus
pendukungnya ditangkap oleh Divisi Siliwangi pada tanggal
1 Desember 1948. Penangkapan kader-kader PKI pun dilakukan
pemerintah.
Pemberontakan PKI Madiun di bawah Musso pun gagal.
Keinginan untuk mendirikan negara Republik Soviet
Indonesia bisa dipadamkan oleh persatuan TNI dan rakyat.
Namun, ideologi komunisme yang dibawa PKI masih laten
di Indonesia.
b. Pemberontakan APRA
Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) terjadi di
Bandung tanggal 23 Januari 1950. Pemberontakan ini dipimpin
oleh Raymond Westerling dengan delapan ratus serdadu. Latar
belakang pemberontakan ini adalah keinginan Belanda untuk
mengamankan kepentingan ekonominya di Indonesia dan
mempertahankan serdadu Belanda dalam sistem federal.
Pada pagi hari tanggal 23 Januari 1950 gerombolan APRA
menyerang anggota Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat
(APRIS/TNI). Bahkan, Markas Staf Divisi Siliwangi berhasil
mereka rebut. Letnan Kolonel Lembong dan lima belas pasukannya
tewas setelah diserang 150 gerombolan APRA.
Akibat pemberontakan APRA ini
sekitar 79 tentara APRIS tewas. Pe-
merintahan Hatta mengadakan pe-
rundingan dengan Komisaris Tinggi
Belanda dan mengirimkan pasukan ke
Bandung. Akhirnya, Komandan Tentara
Belanda Mayor Jenderal Engels men-
desak Westerling agar pergi. Gerombolan
APRA pun berhasil dilumpuhkan oleh
APRIS dengan dibantu rakyat.
c. Pemberontakan Andi Azis
Andi Azis adalah perwira KNIL di Makassar. Saat terjadi
rasionalisasi tentara, ia bergabung dengan APRIS di Indonesia
bagian timur di bawah Letkol Ahmad Junus Mokoginta. Namun,
ia bersama kelompoknya menolak pengiriman pasukan oleh TNI
Sumber:
30 Tahun Indonesia Merdeka
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.16
Korban APRA.
170
IPS SMP Kelas IX
ke Makassar saat terjadi pergolakan anti-federal.
Kapten Andi Azis kemudian membentuk ”Pasukan
Bebas” dan gerombolannya melakukan pem-
berontakan. Makassar berhasil mereka kuasai
karena terbatasnya pasukan APRIS.
Bantuan APRIS kemudian datang dengan
dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang dan
Mayor H.V. Worang. Pertempuran pecah antara
tentara KNIL dan APRIS/TNI tanggal 15 Mei
1950. Perundingan kemudian diadakan antara
APRIS (Kolonel A.H. Nasution) dan KNIL
(Kolonel Pereira). Hasil perundingan adalah akan
dilakukan penjagaan bersama oleh Polisi Militer
dari kedua belah pihak. Pertempuran pecah
kembali setelah perwira APRIS Letnan Jan Ekel
ditembak KNIL tanggal 5 Agustus 1950. Tentara
KNIL terkepung dan menyerah. Mereka akhirnya
mau berunding tanggal 8 Agustus 1950. Indonesia
diwakili A.E. Kawilarang dan Belanda diwakili
Mayjen Scheffelaar. KNIL akhirnya meninggalkan
Makassar.
d. Pemberontakan RMS
Republik Maluku Selatan (RMS) didirikan oleh Christian
Robert Soumokil. Dia adalah bekas Jaksa Agung Negara Indonesia
Timur (NIT) semasa RIS. Latar belakang pemberontakan RMS
adalah ketidaksenangannya untuk kembali ke negara kesatuan
sesuai keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB).
Untuk memperjuangkan misinya, Soumokil mengintimidasi,
meneror, dan membunuh lawan-lawan politiknya. Misalnya
terhadap Kepala Daerah Maluku Selatan J. Manuhutu. Teror
dilakukan oleh bekas pasukan Westerling yang berjumlah dua ratus
KNIL. Ketua Persatuan Pemuda Indonesia Maluku Wim Reawaru
tewas terbunuh.
Pemerintah menerapkan dua cara
untuk menghadapi pemberontakan ini.
Cara diplomasi ditempuh dengan me-
ngirimkan dr. Leimena, tetapi ditolak
Soumokil. Selanjutnya, digelar
Gerakan
Operasi Militer III
. Operasi ini dipimpin
oleh Kolonel Kawilarang. Pasukan dibagi
menjadi tiga, yaitu Grup I dipimpin
Mayor Achmad Wiranatakusumah, Grup
II dipimpin oleh Letkol Slamet Riyadi,
dan Grup III dipimpin Mayor Surjo
Sumber:
Agresi Militer Belanda
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.17
Kolonel A.E. Kawilarang
Sumber:
www.kitlv.nl
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.18
Pasukan KNIL Ambon.
IPS SMP Kelas IX
171
Subandrio. RMS dengan mudah dipadamkan, tetapi Letkol Slamet
Riyadi tewas tertembak dalam sebuah kontak senjata di depan
benteng Nieuw Victoria.
3. Peristiwa DI/TII
Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) resmi berdiri tanggal
7 Agustus 1949. Namun, akar sejarahnya telah ada sejak zaman Jepang,
saat muncul keinginan untuk membentuk negara berdasarkan Islam.
Dewan Imamah (Penasihat) DI/TII adalah Sekarmadji Maridjan
Kartosuwirjo.
a. DI/TII Jawa Barat
DI/TII sempat menguasai Jawa Barat setelah Divisi Siliwangi
hijrah ke Jawa Tengah akibat Perjanjian Renville. Namun,
Kartosuwirjo bersama empat ribu tentaranya tetap bertahan. Beliau
bahkan mengobarkan perang suci melawan Belanda. Pada tanggal
25 Januari 1949 terjadi kontak senjata antara DI/TII dengan TNI.
Gerakan DI/TII sulit dipadamkan karena
mereka menyatu dengan penduduk. Selain itu,
gerombolan DI/TII sangat paham dengan kondisi
alam daerah Jawa Barat. Mereka tidak segan untuk
mengadakan ”teror” terhadap rakyat dan ke-
pentingan pemerintah daerah.
Ajakan damai pernah dilontarkan Moh.
Natsir sebagai wakil pemerintah. Namun, belum
bisa meluluhkan perjuangan Kartosuwirjo.
Wilayah Jawa Barat hampir seluruhnya berada di
bawah pengaruh Darul Islam. Gerakan DI/TII
mampu bertahan selama 13 tahun. Gerakan
DI/TII baru berakhir setelah Kartosuwirjo
tertangkap pada bulan Juni 1962. Pasukan Kujang
II/328 Siliwangi dipimpin Letda Suhanda,
menangkapnya di Gunung Rakutak, Kecamatan
Pacet Majalaya, Kabupaten Bandung.
b. DI/TII Jawa Tengah
Perjuangan DI/TII memperoleh dukungan dari Jawa Tengah.
Tokoh utamanya adalah Amir Fatah. Beliau sebelumnya adalah
pejuang dan komandan laskar Hizbullah. Selanjutnya ia berhasil
mempengaruhi laskar Hizbullah yang mau bergabung dengan TNI
di Tegal. Amir Fatah kemudian memproklamasikan diri dan
bergabung DI/TII Kartosuwirjo tanggal 23 Agustus 1949. Mereka
menciptakan pemerintahan tandingan di daerahnya.
Gerakan yang sama muncul di Kebumen. Pemimpinnya
adalah Mohammad Mahfu’dh Abdulrachman atau yang dikenal
dengan Kiai Sumolangu. Gerakannya juga merupakan penerus
Sumber:
30 Tahun Indonesia Merdeka
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.19
S.M. Kartosuwirjo
172
IPS SMP Kelas IX
DI/TII Kartosuwirjo dengan basis di Brebes dan Tegal. Gerakan
ini kuat setelah Batalion 423 dan 426 bergabung dengan mereka.
Pembelotan ini merupakan pukulan bagi TNI saat itu.
Pemerintah kemudian membentuk pasukan
Banteng Raiders
untuk menghadapi gerakan tersebut. Dengan pasukan ini,
pemerintah menggelar operasi
Gerakan Banteng Negara
. Sisa-
sisa gerakan DI/TII di Jawa Tengah kemudian berhasil dipatahkan
oleh pemerintah melalui
Operasi Guntur
.
c. DI/TII Sulawesi Selatan
Gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar
Muzakkar. Beliau sebelumnya adalah pejuang bersama-sama Andi
Mattalatta dan Saleh Lahade. Mereka membentuk Tentara Republik
Indonesia Persiapan Sulawesi (TRIPS). Ide itu disetujui Panglima
Besar Jenderal Sudirman tanggal 16 April 1946. Setibanya di
Sulawesi Selatan, Kahar membentuk Komando Gerilya Sulawesi
Selatan (KGSS).
Namun, Kahar menolak ketika pemerintah hendak mengada-
kan perampingan organisasi ketentaraan. Kahar ingin membentuk
Brigade Hasanuddin dan menolak bergabung dengan APRIS.
Dengan pasukan dan peralatan, Kahar lari ke hutan pada bulan
Agustus 1951. Mereka memproklamasikan diri sebagai bagian dari
DI/TII Kartosuwirjo. Bahkan, mereka sering meneror rakyat dan
tentara APRIS. Gerakan ini baru bisa dipadamkan bulan Februari
1965. Lamanya penanggulangan gerakan ini disebabkan mereka
sangat menguasai medan.
d. DI/TII Aceh
Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh oleh
Daud Beureuh. Latar belakang gerakan ini terjadi
saat Indonesia kembali ke negara kesatuan pada
tahun 1950. Beureuh tidak puas dengan status
Aceh yang hanya menjadi satu keresidenan di
bawah Provinsi Sumatra Utara. Hal ini dianggap
mengurangi kekuasaannya. Beliau kemudian
mengeluarkan maklumat tanggal 21 September
1953. Isinya adalah Aceh merupakan bagian dari
DI/TII Kartosuwirjo.
Gerakan Beureuh sulit dipatahkan karena
menyatu dengan rakyat dan memahami kondisi
wilayah Aceh. Beureuh berhasil mempengaruhi
rakyat Aceh. Selain menyadarkan rakyat agar
percaya kepada pemerintah, TNI juga melakukan
Sumber:
Sabili
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.20
Daud Beureuh
IPS SMP Kelas IX
173
operasi militer. Pangdam I Kolonel Jasin berinisiatif mengadakan
Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh tanggal 17–28 Desember 1962.
Daud Beureuh pun kembali ke tengah-tengah masyarakat.
Itulah beberapa peristiwa yang sempat mengganggu jalannya
pemerintahan hingga tahun 1960-an. Ada beragam latar belakang yang
menyebabkan meletusnya peristiwa tersebut. Pemerintah melakukan
perundingan dan operasi militer untuk menghadapinya. Sebagian
besar perlawanan dan permasalahan bisa teratasi meskipun
ketidakpuasan terhadap pemerintah masih muncul.
4. Keadaan Politik, Ekonomi, dan Sosial Budaya Pra
G 30 S/PKI
Krisis ketatanegaraan dan pemerintahan yang terjadi pada tahun
1950-an memuncak dengan keluarnya Dekrit Presiden tanggal
5 Juli 1959. Presiden Soekarno membubarkan Kabinet Djuanda dan
membentuk Kabinet Kerja. Presiden Soekarno juga membubarkan DPR
hasil pemilu 1955 karena menolak anggaran belanja negara yang
diajukan pemerintah. Bung Karno kemudian membentuk
Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong
(DPRGR) tanggal 24 Juni 1960.
Perbandingan keanggotaan DPRGR yang seluruh anggotanya
dipilih Bung Karno adalah nasionalis (94), Islam (67), dan komunis
(81). Dengan demikian, PKI memperoleh banyak keuntungan dari
kebijakan Bung Karno. DPRGR dilantik Bung Karno tanggal
25 Juni 1960. Tugasnya adalah melaksanakan manipol, merealisasikan
amanat penderitaan rakyat, dan melaksanakan demokrasi terpimpin.
Presiden Soekarno benar-benar menjadi
inisiator dan operator politik tunggal
demokrasi terpimpin. Garis kebijakannya
tentang demokrasi terpimpin tertuang dalam
pidatonya tanggal 17 Agustus 1959 yang
berjudul
Penemuan Kembali Revolusi Kita
.
Langkah yang ditempuh adalah membentuk
Front Nasional
, menggabungkan lembaga
tinggi dan tertinggi negara di bawah
kendalinya, serta membentuk
Musyawarah
Pembantu Pemimpin Revolusi
(MPPR).
Dampak kebijakan Presiden Soekarno bagi
kehidupan bangsa dan negara sebagai
berikut.
Sumber:
Kompas,
1 Juni 2001
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.21
D.N. Aidit dan Bung Karno.
174
IPS SMP Kelas IX
a. Kehidupan Politik
PKI berusaha keras berada di belakang
pengaruh Bung Karno. PKI senantiasa memain-
kan peranan sebagai golongan yang paling
Pancasilais. Gagasan Bung Karno tentang Nasakom
jelas menguntungkan gerakan PKI. Bahkan, D.N.
Aidit pada tahun 1964 berani berkata, ”
bila kita
telah mencapai taraf hidup adil dan makmur
dan telah sampai kepada sosialisme Indonesia,
maka kita tidak lagi membutuhkan Pancasila.
”
Gerakan PKI ini dihadang golongan Islam dan
TNI AD. Bahkan, sejak pembentukan DPRGR
kedua kelompok ini telah menentang secara keras.
Namun, upaya itu mendapat rintangan karena
Bung Karno memang melindungi keberadaan PKI.
Kondisi politik saat itu benar-benar panas karena
PKI melakukan beberapa aksi dan kerusuhan.
Konflik antara PKI dan TNI AD pun tidak
terhindarkan.
b. Kondisi Perekonomian
Selama demokrasi terpimpin Bung Karno menempatkan
politik sebagai panglima. Beragam kebijakan dan pengaturan
menjadi sia-sia karena besarnya anggaran untuk proyek-proyek
mercusuar. Bung Karno saat itu sangat getol membangun jaringan
dengan negara-negara sosialis komunis. Beliau memelopori
pembentukan
Conferences of the Emerging Forces
(Conefo). Oleh
karena itu, dibangunlah gedung Conefo yang kini menjadi gedung
MPR/DPR. Untuk keperluan
Games of the New Emerging Forces
(Ganefo), Bung Karno membangun Istora Senayan.
Sumber:
www.lib.monash.edu
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.22
Propaganda D.N. Aidit.
Sumber:
www.dpr.go
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.23
Gedung Conefo
Sumber:
www.caliphate2007
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.24
Gelora Bung Karno
IPS SMP Kelas IX
175
Selain untuk proyek tersebut, anggaran pemerintah juga
dihabiskan untuk membiayai politik konfrontasi. Saat cadangan
anggaran habis, pemerintah menghimpun dana-dana revolusi dan
memperbanyak utang luar negeri. Dampak dari kebijakan tersebut
adalah tingginya inflasi, melonjaknya harga kebutuhan
masyarakat, dan tergencetnya perekonomian rakyat. Bukan
pemandangan yang aneh apabila selama demokrasi terpimpin
banyak terjadi antrean beras dan minyak.
c. Kehidupan Sosial
Doktrin Nasakom yang disuarakan Bung
Karno mempengaruhi kehidupan sosial ke-
masyarakatan. Hal ini terlihat sekali dalam
kehidupan pers. Surat kabar yang menentang
Nasakom atau PKI diberedel. Misalnya
Pedoman,
Nusantara, Keng Po, Pos Indonesia,
dan
Star
Weekly
. Sebaliknya, surat kabar PKI merajai dunia
penerbitan pers saat itu, seperti
Harian Rakyat,
Bintang Timur,
dan
Warta Bhakti
. Mereka juga
menerbitkan surat kabar
Bintang Muda, Zaman
Baru,
dan
Harian Rakyat Minggu
. Organisasi
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) milik
pemerintah didominasi oleh golongan komunis.
Surat kabar milik PKI melakukan propaganda dan
agitasi terhadap lawan-lawan politiknya. Dengan
jalan itu, PKI berhasil mendominasi kehidupan
sosial politik masyarakat.
Untuk memurnikan ajaran Bung Karno dari
pengaruh komunis, beberapa tokoh membentuk
Barisan Pendukung Soekarnoisme
(BPS). BPS
diketuai oleh Adam Malik dibantu oleh
B.M. Diah, Sumantoro, dan kawan-kawan.
Berdirinya BPS mendapat tekanan dari PKI.
Bahkan, PKI memfitnah bahwa BPS merupakan
bentukan Amerika. Bung Karno kemudian
mendukung PKI dengan melarang kegiatan BPS.
d. Kehidupan Budaya
Saat PKI merajai kehidupan politik, semua
kegiatan kebudayaan terpengaruh. Sejak tahun
1950 PKI telah membentuk
Lembaga Kebudaya-
an Rakyat
(Lekra) dengan tokoh utamanya
Pramoedya Ananta Toer. Lekra dengan kejam
menindas dan meneror kaum intelektual dan
sastrawan Indonesia yang tidak mau bergabung
dengannya. Pada saat yang sama, Lekra mem-
Sumber:
tjamboek28.multiply
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.25
Surat kabar Star Weekly.
Sumber:
www.brabantsdagblad
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.26
Pramoedya Ananta Toer
176
IPS SMP Kelas IX
propagandakan misi dan kepentingan PKI
terutama berkaitan dengan penyebaran ideologi
komunis. Para mahasiswa PKI bergabung dalam
Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia
(CGMI). Mereka meneror mahasiswa lain yang
tidak mau bergabung.
Para sastrawan dan cendekiawan penentang
Lekra membuat
Manifes Kebudayaan
tanggal
17 Agustus 1963. Mereka mendukung Pancasila,
tetapi menolak bergabung dengan Nasakom. Para
sastrawan dan intelektual itu menghendaki suatu
kebudayaan Indonesia yang tidak didominasi
oleh ideologi tertentu. Tokoh manifes ini adalah
H.B. Jassin. PKI kemudian menggunakan ke-
kuasaan Bung Karno untuk melarang kegiatan
manifes kebudayaan. Akhirnya, Bung Karno
benar-benar melarangnya tanggal 8 Mei 1964.
Bahkan H.B. Jassin kemudian dipecat sebagai
dosen di Universitas Indonesia Jakarta.
Demikianlah cara PKI menciptakan suasana yang menguntungkan
kepentingan politiknya. Mereka menempel setiap kebijakan Bung
Karno dengan membentuk lembaga-lembaga pendukung. Teror dan
fitnah mereka jalankan untuk menghadapi kelompok antikomunis.
Berkat dukungan dan perlindungan Bung Karno, PKI mampu me-
masuki seluruh sendi kehidupan bangsa. Oleh karena itu, PKI tinggal
menunggu waktu untuk merebut kekuasaan sesuai dengan doktrin
komunisme.
5. Peristiwa G 30 S/PKI
PKI merupakan partai terbesar di dunia di luar negara komunis.
Pada tahun 1964 PKI telah berubah menjadi kekuatan yang besar dan
agresif dalam perpolitikan Indonesia. PKI mengusulkan kepada Bung
Karno agar dibentuk ”Angkatan Kelima”. Yang dimaksud PKI adalah
agar rakyat yang di bawah pengaruhnya dipersenjatai. Oleh karena
itu, para gerilyawan PKI memperoleh latihan kemiliteran di pangkalan
udara Halim Perdanakusuma. Jumlah kader PKI yang ikut kursus dan
latihan hingga bulan September adalah dua ribu orang. Mendekati
akhir bulan September 1965, ribuan tentara berkumpul di Jakarta.
Orang menduga bahwa itu dilakukan untuk menyambut hari ABRI
tanggal 5 Oktober. Dengan kedudukan dan potensi itu, PKI mem-
persiapkan perebutan kekuasaan. Persiapan dilakukan secara matang
dilakukan oleh Biro Khusus yang dipimpin Sjam Kamaruzzaman.
Sumber:
Ikhtisar Kesusastraan Indonesia
Modern
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.27
H.B. Jassin
IPS SMP Kelas IX
177
Biro Khusus menyarankan kepada pimpinan PKI D.N. Aidit untuk
mengadakan perebutan kekuasaan (pemberontakan). Hal ini
diputuskan dalam rapat pimpinan biro tersebut pada bulan
Agustus 1965. Keputusan itu ditindaklanjuti dengan rapat rahasia
secara maraton.
No. Kegiatan Rapat
Hasil/Keputusan
1. 6 September 1965
Dihadiri para perwira dan membahas situasi
umum serta antisipasi sakitnya Bung Karno. Sjam
melontarkan isu
Dewan Jenderal
yang akan
kudeta. Sjam menyarankan Aidit untuk men-
dahului melakukan kudeta.
2. 9 September 1965
Mem
bahas kesepakatan untuk melakukan
kudeta, strategi yang akan digunakan, dan
pembagian tugas pasukan.
3. 13 September 1965
Konsolidasi di rumah Kolonel A. Latief.
4. 15 September 1965
Konsolidasi di rumah Kolonel A. Latief.
5. 17 September 1965
Konsolidasi di rumah Kolonel A. Latief.
6. 19 September 1965
Di rumah Sjam saat Mayor Sigit tidak menemukan
bukti adanya Dewan Jenderal. Ia kemudian
tersingkir dari PKI.
7. 22 September 1965
Dilaksanakan di rumah Sjam dan diputuskan
sasaran gerakan (kudeta) dengan membentuk
Pasukan
Pasopati
(menculik para jenderal),
Pasukan
Bimasakti
(Gedung RRI dan Tele-
komunikasi), dan Pasukan
Gatotkaca
(meng-
amankan Lubang Buaya).
8. 24 September 1965
Di rumah Sjam.
9. 26 September 1965
Di rumah Sjam.
10. 29 September 1965
Di rumah Sjam dan memutuskan memberi nama
gerakannya sebagai
Gerakan 30 September
.
Sumber:
Sejarah Nasional Indonesia
Setelah melalui serangkaian rapat, PKI kemudian mengambil
keputusan akhir. Keputusannya adalah komandan gerakan dijabat
Letkol Untung (Komandan Batalion I Resimen Cakrabirawa). Resimen
ini sehari-hari bertugas mengawal presiden.
a. Pemberontakan G 30 S /PKI
PKI kemudian benar-benar melakukan pemberontakan dan
pengkhianatan kepada bangsa Indonesia. Operasi pemberontakan
dipimpin oleh Letkol Untung dengan melibatkan satu batalion
Divisi Diponegoro dan Divisi Brawijaya. Mereka dibantu oleh
Pemuda Rakyat PKI. Pusat gerakan di Lubang Buaya, dekat Halim
Perdanakusuma.
178
IPS SMP Kelas IX
PKI kemudian berhasil menculik
dan membunuh para perwira TNI AD.
Mereka adalah Letjen Ahmad Yani,
Mayjen R. Soeprapto, Mayjen Harjono
M.T., Mayjen S. Parman, Brigjen
D.I. Pandjaitan, dan Brigjen Soetojo
Siswomihardjo. Jenderal A.H. Nasution
berhasil meloloskan diri. Namun, putri-
nya (Irma Suryani Nasution) dan ajudan-
nya (Lettu Pierre Andries Tendean) tewas
tertembak. Korban PKI lainnya adalah
Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun yang
mengawal rumah Wakil Perdana
Menteri II dr. J. Leimena.
Selain melakukan pembunuhan, PKI juga merebut RRI Pusat
dan gedung Telekomunikasi di Jalan Medan Merdeka. Keduanya
digunakan Letkol Untung untuk menyiarkan pengumuman
G 30 S. Pukul 07.20 WIB Letkol Untung mengumumkan bahwa
gerakan mereka ditujukan kepada Dewan Jenderal yang katanya
mau melakukan perebutan kekuasaan. Namun, kedok mereka
terbongkar pada siang harinya pukul 13.00 WIB.
Pemberontakan PKI juga berlangsung
di Jawa Tengah dipimpin oleh Kolonel
Sahirman (Asisten I Kodam VII/
Diponegoro). Setelah menguasai Markas
Kodam VII/Diponegoro, mereka merebut
RRI, telekomunikasi, dan Korem-Korem
di Jawa Tengah. Korem 071/Purwokerto
dikuasai Letkol Soemitro, Korem
072/Yogyakarta dikuasai Mayor Mulyono,
Korem 073/ Salatiga dikuasai Letkol Idris,
dan Brigif 6 dikuasai oleh Kapten
Mintarso.
Akibat pemberontakan ini, Danrem 072 Kolonel Katamso dan
Kasrem 072 Letkol Sugiyono diculik dan dibunuh secara keji. PKI
juga membunuh para perwira TNI AD di lingkungan Brigade
Infanteri 6/Surakarta dan merebut RRI, telekomunikasi, bank
negara, dan mendukung G 30 S/PKI. Rakyat Surakarta benar-benar
ketakutan dengan teror PKI.
Sumber:
www.panyingkul
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.28
Tujuh pahlawan revolusi pada monumen Lubang
Buaya.
Foto:
Puguh S.
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.29
Patung Kolonel Katamso dan Letkol Sugiyono di
monumen Kentungan.
IPS SMP Kelas IX
179
b. Penumpasan G 30 S/PKI
Penculikan dan pembunuhan para
jenderal oleh PKI segera tersiar. Panglima
Komando Strategi Cadangan TNI AD
(Pangkostrad) Mayjen Soeharto segera
mengambil alih komando TNI AD.
Sesuai tradisi di lingkungan TNI AD
apabila Men/Pangad berhalangan segera
digantikan oleh Pangkostrad.
Mayjen Soeharto mengoordinasi
penumpasan mulai tanggal 1 Oktober
1965. Pasukan Resimen Para Komando
TNI Angkatan Darat (RPKAD) dipimpin
Letkol Sarwo Edhie Wibowo merebut RRI
dan gedung Telekomunikasi. Jakarta
dengan mudah bisa direbut TNI.
Mayjen Soeharto kemudian meng-
umumkan telah terjadinya perebutan
kekuasaan oleh
Gerakan 30 September
.
Pengumuman dilakukan pukul 20.00
WIB tanggal 1 Oktober 1965. Beliau juga
mengumumkan bahwa Presiden Soekarno
dan Menko Hankam/KASAB Jenderal
A.H. Nasution dalam keadaan selamat.
Antara Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan kepolisian
sepakat untuk menumpas G 30 S. Operasi kemudian dilanjutkan
ke kawasan Halim Perdanakusuma. Kawasan ini merupakan basis
PKI yang pernah digunakan untuk melatih Gerwani dan Pemuda
Rakyat. Kawasan ini dengan mudah dikuasai kembali pukul 06.10
tanggal 2 Oktober 1965.
Foto:
Puguh S.
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.30
Markas Kostrad Jakarta.
Sumber:
www.seasite.niu
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.31
Pangkostrad Mayjen Soeharto memimpin operasi
penumpasan.
Sumber:
30 Tahun Indonesia Merdeka
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.32
Jenderal A.H. Nasution di Makostrad.
Sumber:
www.progind
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.33
Anggota Gerwani di penjara Bukitduri Jakarta.
180
IPS SMP Kelas IX
Operasi kemudian dilanjutkan untuk me-
nemukan jenderal-jenderal korban penculikan.
Jenazah keenam perwira TNI AD ditemukan di
dalam sumur tua di Lubang Buaya. Penemuan ini
berkat petunjuk Ajun Brigadir Polisi Sukitman
yang berhasil meloloskan diri dari penculikan
PKI. Setelah disemayamkan di Markas Besar TNI
AD, jenazah keenam pimpinan TNI AD tersebut
dimakamkan di Kalibata bertepatan dengan hari
ABRI tanggal 5 Oktober 1965.
Upaya penumpasan terhadap sisa-sisa
G 30 S/PKI terus dilakukan. Sementara itu, rakyat
mengekspresikan kemarahannya dengan mem-
bakar kantor PKI di Kramat Raya. Demonstrasi
dan aksi mahasiswa anti-PKI pun mulai ber-
langsung di Jakarta. Pada tanggal 9 Oktober 1965
Kolonel A. Latief berhasil ditangkap di Jakarta.
Letkol Untung juga berhasil ditangkap di Tegal
tanggal 11 Oktober 1965 saat hendak melarikan
diri ke Jawa Tengah.
Jawa Tengah merupakan basis kedua PKI
setelah Jakarta. Penumpasan dipimpin oleh
Pangdam VII/Diponegoro Brigjen Surjosumpeno
dengan dibantu RPKAD. Komandan RPKAD
Kolonel Sarwo Edhie Wibowo membentuk
Komando Operasi Merapi
dan berhasil me-
nembak para pimpinan pemberontak.
Ketua PKI D.N. Aidit tertangkap tanggal
22 November 1965 dan Jawa Tengah berhasil
dibersihkan dari pemberontak pada bulan
Desember 1965. Operasi penumpasan PKI juga
dilakukan di Blitar, Jawa Timur. Sisa-sisa
G 30 S/PKI berhasil diringkus dengan
Operasi
Trisula
yang dilancarkan mulai tanggal 3 Juli 1968.
Sekitar 850 kader PKI berhasil ditangkap,
13 orang di antaranya adalah anggota
Central
Comite
PKI Pusat.
Operasi Kikis
dilaksanakan TNI di perbatasan Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Sekitar dua ratus kader PKI juga berhasil
ditangkap. Sementara itu, sisa-sisa PKI mendirikan
Merapi
Merbabu Complex
(MMC). Namun, dalam operasi TNI di daerah
ini berhasil ditangkap tokoh Biro Khusus PKI yang bernama Pono.
Sumber:
30 Tahun Indonesia Merdeka
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.34
Pengambilan jenazah di Lubang
Buaya.
Sumber:
Dwi Windu Orde Baru
▲▲
▲▲
▲
Gambar 6.35
Letkol Untung di pengadilan.
IPS SMP Kelas IX
181
Itulah tragedi politik yang terjadi di Indonesia. Selain
dilatarbelakangi oleh perbedaan ideologi, tragedi nasional tersebut
juga disebabkan banyak hal. Apabila kamu belum memahaminya, coba
baca kembali deskripsi sejarah tentang tragedi nasional di depan.
Selanjutnya, ikutilah kegiatan berikut ini.
Tragedi dan konflik sering terjadi di Indonesia. Belajar dari tragedi nasional
dan konflik internal bangsa Indonesia di depan, ajaklah orang tuamu untuk
mendiskusikan beberapa hal berikut ini.
1. Mengapa sering muncul gerakan separatisme dan pemberontakan di
Indonesia?
2. Apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan rakyat untuk
mengatasi gerakan separatisme?
3. Bagaimana sikap dan pendapat pribadimu mengenai tragedi nasional
dan konflik internal yang pernah terjadi di Indonesia?
Susunlah hasil diskusimu dalam bentuk karangan kemudian kumpulkan
kepada guru.
1. Hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar menyatakan bahwa masalah
Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan
RIS. Adanya perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda menjadi
latar belakang masalah Irian Barat ini.
2. Untuk menyelesaikan masalah Irian Barat ditempuh cara-cara berikut
ini.
a. Jalur diplomasi melalui perundingan.
b. Konferensi ekonomi.
c. Konfrontasi melalui Trikora.
3. Trikora berisi hal-hal berikut ini.
a. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda.
b. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat.
c. Bersiap untuk mobilisasi umum.
4. Masalah Irian Barat diselesaikan setelah pelaksanaan Penentuan
Pendapat Rakyat (Pepera). Berdasarkan Pepera diputuskan bahwa Irian
Barat tetap merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia.
5. Tragedi nasional dan konflik internal dilatarbelakangi oleh hal-hal berikut.
a. Dampak persoalan hubungan pusat dan daerah.
b. Persaingan ideologis Islam dan komunis.
c. Penataan organisasi pemerintahan dan kemiliteran.
182
IPS SMP Kelas IX
A.
Pilihlah jawaban yang tepat!
Kemerdekaan telah kita rebut dengan perjuangan yang berat. Seluruh
anak bangsa dengan beragam latar belakang bersatu untuk mewujudkan
cita-cita Indonesia merdeka. Namun, dalam mengisi kemerdekaan kita justru
sering bertikai hanya karena masalah yang kecil dan sederhana. Setelah
mempelajari bab ini, saya berharap bisa berperan aktif dalam menjaga
kedaulatan dan integritas bangsa. Caranya dengan membaktikan ilmu dan
keterampilan untuk kesejahteraan masyarakat dan bangsa.
Bacalah wacana berikut untuk menjawab soal nomor 1–10!
Bahaya Laten Komunis Perlu Diwaspadai
Memperingati peristiwa berdarah G 30 S/PKI tetap penting untuk
kewaspadaan dan senantiasa ingat perilaku masa lalu yang mencoreng
sejarah bangsa ketika ribuan rakyat dan tokoh mati sia-sia, tidak terulang.
Bahaya laten adalah bahaya yang saat ini tidak terlihat tetapi muncul
tiba-tiba. Meskipun Partai Komunis Indonesia (PKI) bubar, pahamnya
tidak pernah mati, dan terus hidup, apalagi dalam situasi negara kacau
dan jurang kaya-miskin makin lebar, paham itu akan makin subur.
Namun, untuk mencegahnya tidak ada cara lain kecuali
meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan karena paham
komunis subur dalam masyarakat miskin dan melarat. Mereka paling
6. Peristiwa Madiun tahun 1948 dilatarbelakangi oleh keinginan PKI untuk
membentuk negara Republik Soviet Indonesia. Pemberontakan tersebut
ditumpas oleh TNI Divisi Siliwangi.
7. Imam DI/TII adalah S.M. Kartosuwirjo dengan pusat gerakan di Jawa
Barat. DI/TII juga berkembang di Jawa Tengah (Amir Fatah), Aceh (Daud
Beureuh).
8. Pemberontakan PKI dilatarbelakangi oleh hal-hal berikut.
a. Dikeluarkannya konsep Nasakom oleh Bung Karno.
b. Terbentuknya poros Jakarta-Beijing-Pyongyang.
c. Keinginan untuk mengganti dasar negara Pancasila dengan
komunisme.
9. Pemberontakan PKI 1965 dipimpin oleh D.N. Aidit dengan komandan
lapangan Letkol Untung. Penumpasan PKI dipimpin oleh Pangkostrad
Mayjen Soeharto.
IPS SMP Kelas IX
183
1. Memperingati peristiwa G 30 S/PKI bisa dijadikan sarana
untuk . . . .
a. memupuk disintegrasi bangsa
b. meningkatkan kewaspadaan nasional
c. mengganti ideologi Pancasila
d. menghilangkan kesetiakawanan sosial
2. G 30 S/PKI sering disebut sebagai bahaya laten, artinya . . . .
a. hanya sekali terjadi
b. tidak akan pernah terjadi lagi
c. bisa terulang kembali
d. sudah hilang dari bumi Indonesia
3. Kita mengenang terjadinya pemberontakan PKI tahun 1965
dengan tujuan . . . .
a. balas dendam terhadap kader PKI
b. mewaspadai kemunculannya kembali
c. agar generasi muda senang pada PKI
d. belajar cara melancarkan pemberontakan
4. Paham komunisme dengan mudah akan muncul apabila
masyarakat . . . .
a. terjamin kesejahteraannya
b. kuat kepribadiannya
c. terjerembap dalam kemiskinan
d. berpegang pada Pancasila
5. Yang berhak menjaga kelangsungan ideologi Pancasila adalah
. . . .
a. presiden
b. TNI
c. rakyat
d. PKI
mudah menerima doktrin komunis. Saat ini kemiskinan dan kemelaratan
bukannya hilang dari masyarakat kita, tetapi jumlahnya bertambah besar.
Oleh karena itu, tugas kita bersama untuk mengentaskan kemiskinan
sehingga komunisme tidak mendapat tempat.
Selain itu, ideologi Pancasila harus menjadi dasar dalam kehidupan
bernegara dan bermasyarakat. Para pemimpin dan masyarakat harus
tetap waspada, sebab bisa jadi komunisme muncul kembali dalam
bentuk lain karena analisirnya tetap ada. Mungkin bagi generasi sekarang,
peringatan semacam itu dianggap sepele. Namun, dari pengalaman pada
masa lalu, sebaiknya semua belajar dan waspada sehingga tidak ada
pembantaian lagi.
Sumber:
http://www.suarakarya-online.com
184
IPS SMP Kelas IX
6. Cara untuk menghadang munculnya paham komunisme
adalah . . . .
a. belajar ideologi komunis
b. meningkatkan kesejahteraan rakyat
c. membiarkan kesenjangan sosial
d. mempersenjatai seluruh rakyat
7. Bangsa Indonesia akan mengalami disintegrasi karena faktor
berikut ini,
kecuali
. . . .
a. membiarkan berkembangnya paham komunisme
b. berpegang teguh pada Pancasila
c. rakyat hidup dalam ketimpangan
d. rendahnya rasa persatuan bangsa
8. Keberhasilan PKI dalam memberontak pada tahun 1965
disebabkan oleh . . . .
a. dampak kebijakan Presiden Soekarno
b. intervensi negara komunis
c. kegagalan ideologi Pancasila
d. doktrin komunis untuk merebut kekuasaan
9. Pemberontakan PKI dengan G 30 S-nya bisa ditumpas oleh
bangsa Indonesia karena . . . .
a. kemanunggalan TNI dan rakyat
b. komunisme sesuai dengan kepribadian bangsa
c. adanya bantuan dari dunia internasional
d. bangsa Indonesia belum siap mengganti dasar negara
10. Tugas pelajar dalam kaitan pengamalan Pancasila adalah . . . .
a. mengembangkan sikap separatisme
b. bersatu dalam keragaman bangsa
c. belajar tentang ideologi komunis
d. membiasakan konflik dengan suku bangsa lain
11. Dalam tafsiran RIS, Belanda akan menyerahkan Irian Barat
setelah . . . .
a. setahun setelah dilakukan perundingan
b. setahun setelah kemerdekaan Indonesia
c. setahun setelah pengakuan kedaulatan
d. setahun setelah penandatanganan Persetujuan New York
12. Hal yang dilakukan pemerintah Indonesia setelah pembatalan
hasil KMB adalah . . . .
a. membentuk pemerintah Provinsi Irian Barat
b. mengajukan protes pada pemerintah Belanda
c. mempersiapkan untuk mobilisasi umum
d. menyusun perjanjian baru dengan Belanda
IPS SMP Kelas IX
185
13. Dalam masalah Irian Barat, ada kecenderungan pihak Barat
mendukung Belanda. Hal yang mendasarkannya adalah . . . .
a. Indonesia dianggap tidak berhak atas Irian Barat
b. Irian Barat memang daerah kekuasaan Belanda
c. diplomasi Belanda sangat kuat di dunia Barat
d. Indonesia dianggap berhaluan komunis
14. Wakil Indonesia dalam Persetujuan New York adalah . . . .
a. Ali Sastroamidjojo
b. Subandrio
c. Moh. Natsir
d. Ir. Djuanda
15. Tahap kedua dari Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) berupa
. . . .
a. konsultasi dengan dewan-dewan kabupaten di Jayapura
b. pemilihan anggota dewan musyawarah Pepera
c. pelaksanaan Pepera di tiap-tiap kabupaten
d. pengumuman hasil Pepera
16. Demokrasi terpimpin dimulai setelah Bung Karno mengeluar-
kan . . . .
a. Proklamasi 17 Agustus 1945
b. Surat Perintah 11 Maret 1966
c. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
d. Tritura
17. Ketidakpuasan daerah kepada pemerintah pusat menyebabkan
munculnya Dewan Banteng yang dipimpin oleh . . . .
a. Kolonel Achmad Husein
b. Kolonel Mauludin Simbolon
c. Kolonel Ventje Sumual
d. Kolonel A.E. Kawilarang
18. Macetnya persidangan konstituante disebabkan oleh . . . .
a. campur tangan Bung Karno
b. persaingan Islam dan komunis
c. manuver TNI AD
d. gagalnya Kabinet Djuanda
19. Pusat gerakan Permesta berada di . . . .
a. Jakarta
b. Makassar
c. Palembang
d. Sumatra Barat
186
IPS SMP Kelas IX
20. Tokoh Lekra PKI yang sangat menindas kehidupan sastrawan
Indonesia adalah . . . .
a. D.N. Aidit
b. Sjam Kamaruzzaman
c. Amir Sjarifuddin
d. Pramoedya Ananta Toer
B.
Jawablah pertanyaan dengan tepat!
1. Mengapa bangsa Indonesia berjuang membebaskan Irian
Barat?
2. Sebutkan isi Trikora!
3. Sebutkan latar belakang PKI mengadakan kudeta tahun 1965!
4. Sebutkan tujuh pahlawan revolusi!
5. Jelaskan proses penumpasan pemberontakan G 30 S/PKI!